Wednesday, November 12, 2008

Nilai Kontrak dan Nilai Aktual yang Diterima

Ada kegetiran ketika saya mendengar secara langsung dari teman sesama penerima beasiswa LN Dikti dari salah satu universitas swasta di Makassar. Beliau menceritakan kepada saya bahwa telah menerima dana beasiswa sesuai dengan kontrak yang telah ditandatangani antara Kopertis dan Dikti. Saya juga mendapatkan kabar dari teman-teman lain seperguruan tinggi asal dengan saya, bahwa rekan-rekan mereka di Newcastle (Australia) yang berasal dari perguruan tinggi di kota-kota Manado, Gorontalo dan Makassar, pun menerima dana beasiswa sesuai dengan nilai kontrak.

Nilai kontrak dimahsud di atas tidak lain adalah nilai kurs (nilai tukar) mata uang atas beasiswa yang tertera di dalamnya. Kontrak menyatakan bahwa besaran komponen-komponen beasiswa adalah dalam mata uang asing, sebagai contoh living allowance perbulannya AUD 1500 untuk yang kuliah di Australia. Nilai itu, kemudian ditetapkan kursnya di dalam kontrak sebesar IDR 9000 untuk setiap AUD 1.

Inilah yang menjadi pangkal masalah bagi penerima Beasiswa LN Dikti dari Universitas Tadulako (Untad). Semua penerima beasiswa dari Untad tidak mendapatkan dananya sesuai dengan nilai kurs yang telah ditetapkan di dalam kontrak, melainkan berdasarkan nilai kurs spot pada saat dilakukan pembayaran. Secara eksplisit dapat dikatakan sebagian teman yang disebutkan di atas menerima IDR 13.500.000 perbulannya untuk setiap AUD 1500. Sedangkan semua yang bersal dari Untad menerima dengan nilai bervariasi sesuai nilai spot pada hari pembayaran. Jika nilai spot pada hari itu AUD 1 = IDR 6700, maka yang diterima adalah IDR 10.050.000.

Kontrak, sebetulnya itulah salah satu kata kunci jawaban masalah ini. Namun persoalannya adalah tidak satu pun penerima beasiswa memiliki kontrak tersebut. Karena tidak memilikinya maka tidak satu pun yang mengetahui isi kontrak tesebut. Menurut pengelola di Untad, yang memberlakukan nilai tukar spot, bahwa nilai kontrak menyebutkan bahwa pembayaran beasiswa ini sifatnya at cost, sehingga tidak memberlakukan nilai kurs berdasarkan kontrak yang IDR 9000 per 1 AUD.

Seharusnya, semua penerima beasiswa mendapatkan salinan kontrak tersebut termasuk perubahan/adendum kontrak yang dibuat selama masa pendidikan penerima beasiswa. Sehingga ada kejelasan akan hak dan kewajiban masing-masing pihak baik di tingkat atas sebagai pengambil kebijakan dan di lini akhir yaitu para penerima beasiswa.

Permasalahan lain yang juga perlu pemecahan adalah ketiadaan Petunjuk Pelaksanaan dan Petujuk Teknis pengelolaan basiswa yang bermuara pada ketidak-seragaman gerak langkah pengelolaan beasiswa di tingkat perguruan tinggi atau pada tingkat pelaksana.

2 comments:

Anonymous said...

Ini gunanya hedging (lindung nilai). Kontrak nampaknya punya konsep hedging (lindung nilai) yang dipatok pada nilai kurs tertentu, bukan spot, dan itu diterapkan di universitas lain, mengapa tidak demikian di Untad?

Kalau sudah sempat di hedging, lalu di-spot-kan lagi apapun alasannya, saya kira itu sudah salah....dan yang terpenting perlu diluruskan... agar tidak terus menerus merugikan pihak penerima beasiswa....

Saya berpendapat konsep spot itu tidak tepat, dan hedging (lindung nilai) adalah cara cerdas melindungi kepentingan penerima beasiswa dan bahkan para pihak dari potensi kerugian selisih kurs.

Mari kita bantu/tolong mereka yang terkena dampak pengambilan keputusan yang kurang tepat.

Sudah saatnya berubah.

Teruslah berjuang.

Salam dan hormat saya,
Pihak independen yang peduli kepada mereka yang menjadi korban keputusan yang tidak cerdas

Anonymous said...

Duh, kasian penerima beasiswa LN yang terima tidak sesuai dengan nilai kontrak. Kalo konsisten selalu ada penyesuain mungkin masih bisa diterima, tapi kalau tidak ada penyesuaian walau nilai tukar rupaih terus melemah dibanding saat pencairan dana, semaputlah penerima beasiswa tersebut, pada saat seharusnya konsentrasi belajar, justru harus pikir apakah beasiswa cukup atau tidak. Mendapatkan hak sesuai kontrak saja masih harus irit, apalagi kalau dipotong-potong.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak termasuk KPK.
Teruslah berjuang sobat, semoga akhirnya bisa mendapatkan hak sesuai kontrak.

Dari yang prihatin