Tuesday, December 9, 2008

Pasal 5, 10, lampiran (Rupiah) (3 pertanyaan ke lawyer)

dasar perhitungan biaya (Pasal 5) adalah Aus$ bukan rupiah ...akan tetapi kontrak dibayarkan sesuai perjanjian dalam kurs rupiah. ini memang persoalan (?)....

Re: Pasal 5 dan Rupiah untuk saling melengkapi, apakah benar persoalan? (Analisis pribadi, 3 pertanyaan kepada lawyer)

Menyimak response atas Pasal 5, dalam pemahaman saya (mohon koreksi, apabila saya salah), (idealnya) antar pasal harusnya (sedapat mungkin) dilihat secara menyeluruh, untuk saling melengkapi, agar sesuai konteks, tidak sepotong-potong, sehingga simpulan tidak s.d. merugikan pihak karyasiswa, siapapun penerimanya, walaupun peserta karyasiswa tidak menandatangani kontrak tersebut.

Apabila benar "suasana kebatinan" perumusan pasal 5 mengindikasikan pembayaran dalam dolar dan tidak dipatok dalam kurs yang berlaku tetap (hedging) sebesar Rp9.000, misalnya, pertanyaan kepada lawyer adalah sebagai berikut (mohon jangan lupa untuk merespon 3 pertanyaan di bawah ini):

1. Mengapa angka Rp 9.000 itu muncul di dalam (keseluruhan isi) kontrak? Apa maksudnya? Baik untuk kita dalami hal ini, karena dengan demikian, semoga akan terkuak pentingnya konsep hedging, yang bertujuan melindungi semua pihak s.d ke pihak penerima karya siswa, yang juga adalah karyawan universitas itu sendiri.

2. Mengapa (hanya) satu universitas yang menerapkan kontrak secara berbeda dari sekian universitas di seluruh Indonesia? Dengan kata lain, apakah dimungkin itu terjadi, dan apabila mungkin, atas dasar apa? Baik untuk kita investigasi lebih lanjut, agar jelas peran yang seharusnya dilakukan oleh sebuah universitas kepada karya-siswanya.

3. Apabila universitas tersebut secara sadar telah mengetahui bahwa pihak pelaksana kontrak (dengan sengaja) telah menerapkan kontrak, yang berlaku sama untuk seluruh universitas lain di seluruh Indonesia, namun khusus untuk kasus ini, (nyata-nyata) telah diterapkan secara berbeda, dibandingkan dengan universitas lain (ketidaksamaan penerapan kontrak), bukankah itu sebenarnya yang menjadi "persoalan"? Dimana sebenarnya supremasi hukum? Apakah seluruh penafsiran pelaksana kontrak tidak dapat dikaji ulang, dikoreksi, atau dianggap final? Atau (benar) berada di atas hukum? Apakah tidak ada mekanisme "complain" sebagaimana praktik di negara-negara (maju) lain? Apakah seseorang (lawyer, atau siapun orang itu) dapat mengabaikan (mengecilkan) khususnya poin ini? Apakah praktik "kekuasaan" (di Indonesia, atau di bagian wilayah Indonesia) itu dapat dibiarkan untuk secara leluasa "merugikan" pihak karyasiswanya sendiri, yang adalah juga anak bangsa, dari Sabang sampai Merauke, (tanpa pandang bulu, agama, ras, dst.)?

Seseorang dapat saja mengatakan kasus ini (mungkin) masih lemah (tidak signifikan) dan tidak cukup bukti hukum (yang kuat) untuk dikatakan wan-prestasi (sehingga di arahkan ke pasal 10?), apabila universitas lain, yang (jelas-jelas) memakai kontrak yang sama persis (100%), juga serta merta tidak berpatokan ke angka Rp.9000 itu, misalnya. Apakah demikian?

Namun apabila universitas lain di seluruh Indonesia juga berpatokan ke angka, misalnya, Rp9000 (untuk studi di Australia), selain dalam bentuk mata uang asing, dan itu sungguh-sungguh telah terjadi, mengapa tidak dengan salah satu universitas tersebut?

No comments: